Sabtu, 11 September 2010

♦•♦• Ayahku •♦•♦

Sudah begitu banyak yang diberikan ayahku kepadaku, dengan berbagai cara, dan kini aku ingin memberikan sesuatu baginya. Bagaimana kalau mendali emas kejuaraan lari 100 meter dalam Olimpiade 1984? Menurutku, itu yang paling sesuai untuk diberikan kepadanya, sebagai lambang segala hal menyenangkan yang kami lakukan bersama-sama, segala kebajikan yang kualami berkat dia.

Sebelum itu, tidak pernah kukeluarkan medali-medaliku dari tempat penyimpanannya di bank. Tetapi hari itu, dalam perjalanan ke bandar udara, aku mampir di bank untuk mengambil medaliku itu yang kemudian kumasukkan ke dalam saku jasku. Aku membawanya ke New Jersey untuk Ayah.
Pada hari pemakaman, saat keluarga kami memberikan panghormatan terakhir, aku mengeluarkan medali itu untuk meletakkannya di tangan Ayah. 

Ibuku bertanya apakah aku yakin hendak menguburkannya bersama jenazah Ayah. Kujawab bahwa aku yakin. Medaliku itu kurelakan menjadi milik Ayah untuk selama-lamanya. “ Tetapi aku akan mendapat gantinya,” kataku kepada ibuku. Lalu aku berpaling ke arah ayahku dan berkata lagi, “Tenang sajalah, aku akan mendapat satu lagi.” Itu merupakan janji pada diriku sendiri dan kepada Ayah. Kulihat ia berbaring dengan begitu damai, dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Ketika keletakkan medaliku di tangannya, ternyata pas sekali.

Carl Lewis