Beberapa waktu lalu aku diundang berlibur selama dua minggu di daerah perbukitan Santa Barbara yang indah, di California. Tepatnya bukan diundang, tetapi aku meminta kepada sepasan gsuami istri temanku apakah aku boleh meminjam rumah peristirahatan mereka selama aku menyelesaikan penulisan sebuah buku.
Tiga hari pertama aku meginap di sana benar-benar luar biasa, aku mengalami dua kejadian yang sangat istimewa. Yang pertama berupa hujan lebat yang tercurah dari langit selama tiga hari tanpa henti. Mulanya menyenagkan juga, ada hujan di kawasan yang biasanya jarang sekali mengalami hujan. Namun, setelah beberapa waktu, aku mulai berpikir-pikir apakah tidak sebaiknya aku membuat sebuah bahtera untuk menyelamatkan diri kalau sampai terjadi air bah.
Kejadian peristiwa kedua muncul dalam wujud seorang asisten. Setiap hari sekitar pukul dua belas Christopher, putra temanku, pulang dari taman kanak-kanak dan mendatangiku untuk menanyakan apakah aku memerlukan bantunnya. Pada hari ketiga, ketika hujan belum juga berhenti, ia bertanya apa sebabnya hujan terus saja turun. Aku memberi jawaban yang “asal bunyi”: Jika ada hujan, kadang-kadang itu berarti Tuhan sedang sedih dan karenanya menangis.”
“Mungkin Dia menangis karena Hari Valentin sudah lewat,” kata peramal cilik berumurlima tahun itu. Dengan sikapnya yang selalu yakin, ia pergi ke luar dan di tengah hujan yang masih mengguyur ia mendongak dan berseru, “Jangan sedih, Tuhan. Hari Valentin memang sudah lewat, tapi sebentar kan ada Hari Paskah!” . Tidak lama kemudian hujan berhenti!
“Mungkin Dia menangis karena Hari Valentin sudah lewat,” kata peramal cilik berumur
Barry Spilchuk