Seorang tukang cukur bertobat dalam suatu kebaktian kebangunan rohani yang diadakan oleh penginjil Billy Graham. Dengan semangat yang membara ia berjanji akan bersaksi kepada para langganannya supaya dimenangkan bagi Kristus. Esok harinya, Ia pun bergumul dalam doanya supaya Tuhan memberinya keberanian. Ketika langganan pertamanya sedang dicukur ia ingin sekali bersaksi, tetapi ia tidak berani karena ia kebinggungan, “Dari mana saya harus mulai bersaksi?” Sampai ia selesai dan langganannya pulang, tidak ada sesuatu pun yang bisa disampaikannya. Ia sangat kecewa, “Untuk langganan kedua, saya harus bisa, “katanya menyakinkan diri sendiri. Ketika langganan kedua dicukur, hatinya juga berdebar dan bingung! Sambil menenangkan diri ia lalu mengambil sebuah pisau tipis panjang yang biasanya dipakai untuk mengikis bulu-bulu rambut halus di sekitar dagu dan leher. Lalu, tukang cukur itu bertanya kepada langganannya, “Sudah siapkah Tuan untuk mati?” Mendengar itu, pelanggan tersebut langsung lari terbirit-birit.
Siapa yang gak takut, kalo pisau cukur lagi mengarah ke leher kita dan terus ditanya uda siap mati ato belom? Maksud hati tukang cukur itu baik, ingin memberitakan Injil, tetapi perkataannya nggak tepat pada waktunya. Semangatnya tidak diimbangi dengan hikmat. Tuhan memang memerinntahkan kita untuk menginjil di mana pun, kapan pun dan kepada siapa pun yang belum mengenal nama Tuhan, seperti yang tertulis dalam 2 Timotius 4:2, “Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik pengajaran.” Namun bukan berarti kita tidak memperhatikan cara penyampaiannya. Berbicara Injil tanpa berhikmat, hanya akan mencelakakan diri sendiri. Dan jangan salahkan Tuhan bila sesuatu yang buruk menimpa kita, karena kitalah yang lalai dan ceroboh.
Girls, mari imbangin semangat menginjil kita dengan pengertian yang benar juga. Berdoalah agar Tuhan tidak hanya menberi kita keberanian, namun juga hikmat sehingga kita bisa menginjil dengan efektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar