Seorang remaja bunuh diri dengan cara melompat dari atas gedung hanya karena dia ngga diterima di perguruan tinggi terkemuka seperti yang diharapkan orang tuanya. Dia merasa malu dan gagal. Kegagalan membuatnya merasa kehilangan harga dirinya. Dan dia berfikir bahwa hanya kematianlah satu-satunya cara untuk menghapuskan rasa malu itu. Ternyata masalah harga diri ngga bisa dianggap persoalan sepele ya?
Banyak kita jumpai orang yang hidupnya berakhir hanya karena masalah harga diri ini. Salah satu contoh dalam cerita Alkitab yaitu Raja Saul. Dia emang mengawali ‘karirnya’ dengan cemerlang, yakni sebagai seorang raja. Tapi sayangnya dia mengakhiri hidupnya sebagai seorang pecundang. Kok bisa ya? Sebab dia mengalami masalah dengan harga diri yang nampak dalam dua sindrom.
1. Sindrom Prestasi
Orang yang terkena sindrom prestasi akan menjadikan prestasi sebagai ukuran harga dirinya. Dia akan mengganggap dirinya oke kalo dia bisa meraih prestasi dan sebaliknya kalo dia ngga berprestasi, maka dia mengganggap dirinya ngga berharga. Menyedihkan banget, ya?! Mengganggap diri sendiri terlalu remeh. Emang sich tiap orang harus berupaya meraih prestasi semaksimal mungkin sebagai sikap tanggung jawab terhadap potensi yang telah Tuhan beriikan, tapi kalo orang menjadikan prestasi sebagai ukuran harga dirinya, maka akan muncul masalah dalam diri orang tersebut.
Kalo kamu terkena sindrom ini, cepet buang jauh-jauh deh, soalnya sindrom ini akan buat dirimu buta hati dan meningkatkan amarahmu kalo kamu denger ada orang lain yang meraih prestasi lebih dari prestasimu. Sindrom ini juga bisa buat kamu jadi menghalalkan segala cara agar kamu dapat mencapai prestasi yang kamu inginkan bahkan kamu ngga mikirin lagi yang namanya kebenaran, sahabat, keluarga bahkan parahnya iman pun jadi taruhannya. Saul makin terpuruk karena ia mendengki Daud. So, jangan sampe deh kita niru tragis kegagalan Saul.
2. Sindrom Pujian
Orang yang terkena sindrom ini, akan mengukur harga dirinya berdasarkan banyaknya pujian yang ia terima dari orang lain. Jadi dia menganggap dirinya berharga kalo dia terima banyak pujian dari orang lain dan sebaliknya, kalo ngga ada yang memujinya, maka ia merasa ngga berharga. Akibatnya kalo ada orang lain yang dipuji sedangkan dia tidak, maka ia akan susah hati. Ngga ada yang namanya sukacita di dalam dirinya, yang ada malah iri dan benci dengan orang yang mendapatkan pujian. Orang yang terkena sindrom ini akan berusaha dengan berbagai cara buat nyenengin orang lain biar dia mendapatkan pujian. Tentu saja ini adalah hal yang sia-sia dan sangat melelahkan. Ngga mungkin banget dia bisa menyenangkan dan memuaskan hati semua orang.
Raja Saul juga terjangkit sindrom ini. Dia sebel dan benci dengan Daud karena Daud menerima banyak pujian dari wanita Israel lebih dari yang ia terima. Akibatnya Raja Saul merasa frustasi dan takut kalo-kalo ngga ada yang memujinya. Dia bahkan takut kehilangan tahtanya gara-gara popularitas Daud itu. Kalo kamu juga kena sindrom ini, segera deh kamu lakuin pembenahan diri karena sindrom ini akan buat kamu merasa ngga puas dan ngga aman. Penerimmaan diri yang dibangun atas dasar pujian manusia seperti ini jelas salah banget.
Harga diri yang sejati dan yang sebenarnya itu seharga dengan yang Tuhan bayarkan agar kita bisa disebut anak-Nya. Harga paling fantastis yang pernah ada dii dunia ini. Bayangin aja, kita dengan berbagai macam latar belakang yang berbeda, baik atopun buruk, semuanya dibayar lunas oleh Tuhan lewat kematian-Nya di kayu salib. Pengorbanan-Nya telah mengangkat harga diri kita. Bagaimanapun latar belakang kita, Dia ngga ambil pusing. Pengorbanan-Nyalah yang bener-bener buat diri kita jadi berharga. So…dua sindrom yang udah kita pelajari ini, kiranya jadi warning buat kita masing-masing. Ingat, bukan harga diri kita. Tapi pengorbanan Tuhanlah yang membuat diri kita jadi berharga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar